Sebuah Renungan bagi Sang Penuntut Ilmu
Tulisan
ini saya share dari seorang ikhwan.. Semoga bisa menjadi nasihat
terutama bagi diri saya sendiri dan juga bagi kita semua pada umumnya..
Berikut merupakan isi nasihatnya bagi kita semua :
Di awal-awal saya tiba di Yaman, seorang teman Yamani meminjamkan sebuah
kitab yang berjudul Minhaj Thalibil Ilmi. Kitab yang ditulis oleh salah
seorang murid Asy Syaikh Muqbil ini berisi silsilah durus, daftar kitab
yang dipakai oleh para ulama dan harus dipelajari oleh seorang penuntut
ilmu agar bisa mapan dalam ilmu. Begitu membaca satu persatu judul
kitab-kitab tersebut saya baru sadar bahwa perjalanan ini akan sangat
panjang. Seingat saya, di antara judul kitab-kitab tersebut:
Dalam bidang tauhid:
- Al Qawaidul Arba’
- Al Qoulul Mufid fi Adillatit Tauhid
- Al Waajibat Al Mutahattimaat
- Al Ushul Ats Tsalatsah
- Kitaabut Tauhid
- Kasyfu Asy Syubuhaat
- Tathiirul I’tiqaad
- Fathul Majid
- Taisir Azizil Hamid
Dalam bidang Aqidah – Asma was Sifaat:
- Lum’atul I’tiqaad
- Al Qowaaidul Mutsla
- Al Aqidah Al Wasithiyah
- Al Aqidah At Thawiyyah
- Syarh At Thahwiyyah
- Risalah At Tadmuriyyah
- Syarhus Sunnah
Dalam bidang hadits:
- Arbain An Nawawiyah
- Umdatul Ahkam
- Bulughul Maram
- Al Lu’lu’ wal Marjaan
- Shahih Al-Bukhari
- Shahih Muslim
- Kutubus Sunan
Dalam bidang bahasa Arab:
- Al Aajurumiyyah
- At Tuhfatus Saniyyah
- Mutammimah Al Ajurumiyyah
- Qatrun Nada
- Alfiyyah Ibnu Malik
Dalam bidang Imla’
- Tuhfatul Markaziiyyah
- Qawaid Al Imla’
Dalam Bidang Mustalahul Hadits:
- Al Baiquniyyah
- Mukhtashar Ulumil Hadits
- Al Muqidhah
- Tadribur Rawi
- Dhawabith Jarh wat Ta’dil
- Syarh Ilal At Tirmidzi
Dalam Bidang Ushul Fiqh:
- Al Waraqaat
- Al Ushul min Ilmil Ushul
- Al Mudzakkiraat
- Ar Risaalah karya Imam Asy Syafi’i
Dalam bidang ushul tafsir:
- Ushul fi Tafsirr
- Muqaddimah Ushul Tafsir Ibni Taimiyyah
- Qawaidul Hisan
- Al Itqan lis Suyuthi
Dan beliau hafizhahullah masih menyebutkan daftar kitab yang panjang yang butuh waktu yang panjang pula untuk mempelajarinya.
Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa ilmu agama begitu luas.
Taruhlah kita enggak usah hitung ilmu-ilmu alat. Cukup ambil tauhid,
aqidah, dan fiqh, yang berhubungan ibadah sehari-hari dan yang kita
perlukan untuk mendakwahi keluarga dan orang-orang terdekat. Sudahkah
kita mencicipi kitab tersebut dengan mempelajarinya? Bahkan mungkin di
antara kita ada yang baru pertama kalinya mendengar judul kitab-kitab
tersebut?
Sekarang kita masuk ke inti tulisan ini….
Kalau sudah tahu betapa banyaknya perkara yang perlu kita pelajari,
masihkah kita habiskan waktu untuk mengurusi perkara-perkara yang tidak
bermanfaat? Atau bahkan yang lebih parah dari itu, kita sibukkan diri
kita dengan berbagai fitnah yang sebenarnya bukan porsi kita untuk
mengurusinya?
Mungkin di antara kita sudah lama
mengenal dakwah. Ada yang sudah lima tahun, sepuluh, bahkan belasan
tahun sudah mengenal dakwah salafiyah. Dari jangka waktu yang panjang
tersebut, sudah seberapa banyak ilmu Diin yang sudah kita pelajari dan
kita amalkan?
Wallahi demi Allah, saya banyak
melihat ikhwah -semoga Allah menunjuki kita dan mereka semua-
bertahun-tahun mengaji tapi sama sekali tidak nampak perubahan dari sisi
ilmu dan amal. Tapi anehnya ketika diajak bicara tentang fitnah, si
fulan hizbi, ustadz fulan sudah menyimpang, dan tema-tema yang
semisalnya masya ALLAH.. Sepertinya ilmunya sudah begitu luas. Yang
seperti ini tidaklah sepantasnya.
Bukan berarti kita
meninggalkan dari memperingatkan dari dai-dai penyesat umat. Tapi semua
ada porsinya. Pikirkan diri kita, keluarga kita, orang tua kita, karib
kerabat kita. Bukankah mereka butuh dakwah? Dan bukankah dakwah butuh
kepada ilmu? Kalau kita sibukkan diri dengan fitnah, kapan kita sibuk
dengan ilmu? Kapan kita mau berdakwah? Apakah kita lantas ingin
berdakwah tanpa ilmu?
Sebagian ikhwan mengatakan
“Kalau kita enggak ikut-ikutan bicara fitnah, takutnya kita dibilang
hizbi, dibilang memble, mumayyi’ dan seterusnya…” Ya akhi fillah, kenapa
harus takut? TAKUT itu hanya kepada ALLAH. Bukan kepada manusia. Kalau
memang bukan maqam kita untuk bicara, kenapa harus takut untuk tidak
bicara?
Mungkin ini sedikit nasihat dari ana,
saudaramu fillah. Tidaklah nasihat ini disampaikan melainkan karena
kecintaan kepada antum dan juga berbagi dari pengalaman, belajar dari
kesalahan yang sudah terjadi, agar tidak kembali terulang pada diri
kita.
Waktu terus berjalan. Kita tidak tahu kapan
Allah akan cabut nyawa kita. Akankah kita masih sibukkan diri dengan
fitnah di tengah kejahilan yang melanda?
http://www.facebook.com/groups/asysyariah/permalink/10151182938156212/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar